Full width home advertisement

Travel the world

Climb the mountains

Post Page Advertisement [Top]

BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
       Kota Pontianak adalah Ibu kota provinsi Kalimantan Barat. Kota ini sering disebut juga sebagai kota khatulistiwa. Karena letaknya yang berada tepat di garis Khatulistiwa. Di sebelah utara dari pusat kota yaitu Siantan terdapat tugu Khatulistiwa yang dibangaun tepat di garis khatulistiwa. Selain itu, hal unik yang ada pada kota pontianak adalah kotanya yang dibelah oleh dua sungai. Yaitu sungai Kapuas yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia dan juga sungai Landak. Kedua sungai yang membelah kota  itu menjadi simbol logo Kota pontianak.
       Seiringnya perkembangan zaman, Kota Pontianak mengalami perkembangan yang begitu pesat. Baik dari segi Ekonomi, Pendidikan, Budaya, dan lainnya. Di bidang ekonomi, Kota Pontianak sudah bisa menjalankan roda perekonomian yang tidak kalah dengan kota-kota besar yang ada di Indonesia. Berbagai perusahaan tidak sedikit kita temui di Kota ini. Dalam bidang pendidikan, kota pontianak semakin giat dan selalu memajukan pendidikan di kotanya. Dari sekolah dasar sampai Perguruan tinggi. Hal ini dibuktikan  dengan adanya berbagai macam perguruan tinggi di kota ini. Di antaranya Universitas Tanjungpura (UNTAN) yang menjadi kebanggan mahasiswa di Kalimantan Barat. Ada juga Intitut Agama Islam Negri  (IAIN) Pontianak, yang merupakan perguruan tinggi berbasis Islam yang menjadi kebanggaan rakyat Kalimantan Barat. Masih banyak perguruan tinggi dan sekolah-sekolah yang menjadi bukti bahwa pendidikan sangat berkembang di Kota Pontianak ini.
       Salah satu hal yang membuat Kota Pontianak terkenal adalah dari segi sejarahnya. Banyak cerita dan mitos yang berasal dari kota khatulistiwa ini. Seperti sejarah penamaan Kota Pontianak itu sendiri. Mengetahui dari mana asal usul penamaan Kota pontanak ini merupakan hal yang menarik perhatian untuk diteliti. Meskipun tidak asing terdengar bahwa penamaan Kota Pontianak ini berasal dari nama hantu yaitu hantu Kuntilanak. Untuk lebih mengetahui apakah hal tersebut benar atau pun hanya mitos semata, membuat penulis tertarik untuk meneliti sejarah penamaan Kota Pontianak ini.
       Meneliti asal usul kota Pontianak berarti menyangkut sejarah lahirnya Kota Pontianak itu tersendiri. Maka akan banyak wawasan yang akan bertambah mengenai Kota Pontianak.
      

BAB II
PEMBAHASAN

B.   URGENSI PENAMAAN KOTA PONTIANAK
Asal usul nama pontianak sesuai mitos yang tersebar adalah kaitannya dengan kisah dongeng Syarif Abdurrahman yang sering diganggu oleh hantu kuntilanak ketika beliau menyusuri Sungai Kapuas yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Kota pontianak oleh etnis Tionghoa Pontianak dikenal dengan nama Khun Tien. Menurut cerita yang berkaitan dengan Syarif Abdurrahman yang sering dihantui kuntilanak, Syarif Abdurrahman terpaksa melepaskan tembakan meriam untuk mengusir hantu kuntilanak sekaligus menandakan dimana meriam itu jatuh, maka disanalah wilayah kesultanannya didirikan. Peluru meriam itu jatuh melewati simpang tiga Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang kini lebih dikenal dengan Beting Kampung Dalam Bugis Pontianak Timur atau kota Pontianak (wikipedia)
       Kebanyakan masyarakat di kota pontianak meyakini bahwa penamaan Kota Pontianak berasal dari nama hantu Kuntilanak,. Zohra (60) cucu dari keturunan Sultan Muhammad Al-Qadri mengatakan, Hampir keseluruhan masyarakat asli Kota Pontianak membenarkan hal tersebut. Sejarah penamaan ini turun temurun diyakini masyarakat Kota Pontianak. Tidak hanya masyarakat Kota Pontianak itu sendiri, tetapi masyarakat dari luar Kota juga ada yang meyakini dan mengetahui bahwa sejarah penamaan kota pontianak  berasal dari nama hantu Kuntilanak.
       Sampai saat ini tidak ditemukan adanya nama lain yang menyangkut penamaan kota Pontianak selain urgensi yang mengatakan bahwa nama kota Pontianak berasal dari nama hantu yaitu Kuntilanak.


C.   SEJARAH PENAMAAN KOTA PONTIANAK
            Sebelum mengetengahkan proses pendirian kota dan kesultanan Pontianak, terlebih dahulu dikemukakan sekilas riwayat pendirinya, yaitu Syarif Abdurrahman Al-Qadri. Syarif abdurrahman Al-Qadri adalah anak kedua dari pasangan Habib Husein Al-Kadri dan Nyai Tua, yang lahir pada hari Senin 15 Rabiul Awwal 1151 H/1739 M di Matan. Habib Husein Al-Qadri adalah seorang ulam dari Hadramaut, Yaman Selatan yang merantau ke India, Semenanjung Malaka, Aceh, Siak, Riau, Palembang , Betawi, Semarang dan akhirnya ke kerajaan  Matan/ Tanjung Pura di Kabupaten Ketapangsekarang. Di kerajaan Matan , Habib Husein Al-Qadri diangkat menjadi (Qaudhi peradilan agama Islam). Oleh Sultan Mu’aziddin, Sultan Matan yang sedang berkuasa saat itu. Habib usaein dikawankan dengan anaknya yang  bernamaNyai Toaday dayang- dayang cantik keturunan dayak yang telah masuk Islam. Dari perkawinan tersebut lahir dua orang putra dan dua orang putri: Syarifah Khadijah, Syarif Abdurrahman Al-Kadri, Syarifah Mariyah dan Syarif Alwi (Tuan Bujang). Selain Nyai Tua, Habib Husein Al-Kadri juga kawin dengan Nyai Tengah ( putri dari Matan, mempunyai tiga orang anak). Nama para Istri Habib Husein jika dicermati hanya merupakan sebutan, dan bukan nama sesungguhnya ( Wajidi Sayadi dkk, AlHikmah :62-65)
            Setelah menetap di Matan selama 17 tahun, Habib Husein Al-Kadri beserta keluarganya pindah ke kerajaan Mempawah. Di Mempawah Habib Husein Al-Kadri diterima dengan baik oleh Opu Daeng Manambon. Di Mempawah Syarif Abdurrahman Al-Kadri pada usia 18 tahun dikawinkan dengan putri Opu Daeng Manambon bernama Utin Candramidi.
            Dua tahun setelah menikah, Syarif Abdurrahman Al-Kadri mencari pengalaman dengan berlayar sambil berdagang ke Palembang dan Banjarmasin. Di Banjarmasin Syarif Abdurrahman Al-Kadri menikah dengan putri Sultan Banjar, Sultan Saad, yang bernama Ratu Syarifah Anum ( Syahranum atau Syahribanon). Sebagai menantu dari Sultan Banjar, Syarif Abdurrahman Al-Kadri diangkat  sebagai pangeran dengan gelar Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam. Pernikahan dengan putri Sultan Banjarmasin merupakan simbol hubungan yang sangat erat antarakerajaan-kerajaan Kalimantan (Mempawah-Matan/ Tanjungpura-Banjarmasin-Pontianak). Setelah berada di Banjarmasin untuk berdagang dari tahun 1767, pada tahun 1771 Syarif Abdurrahman kembali ke Mempawah. Saat sampai di Mempawah ternyata ayahnya, Habib Husein telah setahun wafat, yaitu pada tanggal 3 Zulhijjah 1184 H/ 1770 M.
            Pada hari Kamis tanggal 8 Rajab tahun 1185 H/ 17 Oktober 1771 M, Syarif Abdurrahman Al-Kadri meninggalkan Mempawah untuk mencari daerah pemukiman baru. Dalam pelayarannya menyusuri pantai, rombongan Syarif Abdurrahman Al-Kadri berjumlah 14 buah perahu kecil yang bernama “kakap”. Pada tanggal 9 Rajab 1185 H/ 18 oktober 1771 M, rombongan memasuki sungai Kapuas dan  singgah di pulau kecil di tengah sungai yang selanjutnya diberi nama Batulayang. Sultan Syarif Abdurrahman beserta rombongannya membuka hutan yang berada persimpangan  sungai Kapuas. Dalam cerita rakyat, ketika bermalam di pulau kecil di tengah sungai Kapuas itu mereka diganggu oleh hantu Kuntilanak (ada yang mengatakan Hantu Pontianak). Karena itu, para hantu-hantu itu ditembaki dengan meriam yang telah disiapkan dan dibawa dari Mempawah. Pada dini hari tanggal 14 Rajab 1185 H/ 23 Oktober 1771 M, rombongan melanjutkan perjalanan dan sampai di perairan pertemuan sungai Kapuas dan sungai landak. Selanjutnya untuk mengusir hantu Kuntilanak, ditembakkan lagi meriam dan tempat jatuhnya peluru  tersebut dijadikan tempat untuk bermukim dan mendirikan kerajaan.           
            Pada pandangan M jimmy Ibrahim, yang masih merupakan keturunan raja mempawah , sebenarnya yang dimaksud dengan hantu kuntilanak/pontianak dalam cerita rakyat adalah para perompak atau bajak laut yang pada saat itu telah terlebih dahulu menguasai perairan sungai Kapuas dan daerah pertemuan sungai Kapuas dan sungai Landak. Dengan menembaki mereka dengan meriam, maka para perompak atau bajak laut tersebut menyingkir dari daerah itu,  untuk selanjutnya dibangun Kota Pontianak oleh Syarif Abdurrahman Al-Kadri 
            Pada pagi hari tanggal 14 Rajab 1185 H/ 23 Oktober 1771 M, Syarif Abdurrahman Alkadri memerintahkan  berlayar memasuki perairan di pertemuan sungai Landak dan sungai Kapuas, sambil menembaki daerah persembunyian “perompak” dan “hantu Kuntilanak” sampai pagi hari. Setelah aman, Syarif Abdurrahman  Alkadri berserta rombongannya mendarat di daerah yang sekarang dikenal dengan Kampung Beting. Di tempat itu mereka mulai menebas dan menabang pohon sebagai persiapan mendirikan pemukiman dan tempat ibadah. Sekarang tanggal 23 Oktober ditetapkan sebagai hari jadi kota Pontianak . delta sungai Kapuas dan sungai Landak yang di kenal dengan Kampung Beting tersebut saat itu tidaklah kosong, tetapi telah lama dilintasi pedagang dari pedalaman (Sintang, Sanggau, Tayan) maupun pedagang sepanjang pantai barat Kalimantan. Namun sampai kedatangan  Syarif Abdurrahman Alkadri, daerah itu dikuasai oleh para perompak dan bajak laut yang sangat ditakuti dan dikenal sebagai “hantu kuntilanak/pontianak” ()
            Sebagai anak seorang ulama dan pangeran dari dua kerajaan, Syarif Abdurrahman Alkadri disambut baik oleh masyarakat sekitar yang sudah berdiam di sana. Masyarakat yang bermukim di daerah itu adalah orang-orang Dayak dan Melayu. Selama kurang lebih delapan tahun daerah itu dibangun , mulai dari pemukiman para pengikut dan keluarganya, juga dibangun masjid kecil yang pada masa selanjutnya berkembang menjadi Masjid Jami’. Berbekal kemampuan berdagang dan ilmunya di bidang agama Islam, daerah itu berkembang pesat karena banyak pedagang yang ingin menjalin perdagangan di daerah baru itu. Demikian juga tempat tersebut menjadi tempat untuk masyarakat belajar  agama dari Syarif Abdurrahman Alkadri.
             Sampai saat ini kita masih mendengar bahwa nama kota Pontianak itu dikaitkan dengan hantu “Kuntilanak”. Karena masyarakat umum di kota ini mengetahui hal tersebut secara turun temurun.

BAB II
PENUTUP

       A. KESIMPULAN
            Sejarah menuliskan bahwa Sultan Syarif Abdurrahman Al-Kadri sebagai Sultan pertama di Kerajaan Qadriyah. Beliau sekaligus pendiri Kota Pontianak. Perjalanan beliau ketika membuka dan membangaun Kota Pontianak  begitu panjang.  
            Cerita yang tercatat saat ini bahwa Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri ketika menyusuri sungai Kapuas sering diganggu oleh hantu Kuntilanak. Karena seringnya hantu kuntilanak yang menakuti Sultan dan masyarakat di wilayah ini maka masyarakat menyebutnya dengan tempat hantu “kuntilanak”. Sehingga berkembanglah nama kota Pontianak yang pada dasarnya dikaitkan dengan nama kuntilanak itu. 

B.    KRITIK DAN SARAN
            Penulis menyadari hasil penulisan dan penelitian ini belum dapat dikatakan sepenuhnya sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Terutama dari dosen mata kuliyah Metodologi Studi Islam. Supaya tulisan-tulisan selanjutnya dapat lebih baik dari yang sekarang ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
           
           
             
                      
DAFTAR PUSTAKA

       Al-Hikmah Jurnal Dakwah dan Komunikasi: Diterbitkan Jurusan Dakwah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontianak.

       Wikipedia “ Sejarah Kota Pontianak”

No comments:

Post a Comment

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib