Krisis Air Bersih di Lereng Wisata

foto via google earth.

Dua bulan belakangan ini, lebih tepatnya dari Maret higga April 2019 warga Sedau mengeluhkan krisis air bersih. Terutama warga yang tinggal di RT 41 dan RT 42 Kelurahan Sedau, Kota Singkawang. Hal ini disebabkan lantaran iklim di Indonesia yang mulai memasuki musim kemarau. Data Badan Meteorologi Krimatologi Giofisika (BMKG) Kalimantan Barat, Selasa 23 April 2019 memperkirakan suhu rata-rata kalbar mencapai 23-33 derajat celsius. Dengan kelembapan rata-rata 60-100%.

Imam Maksum, Singkawang

Musim kemarau mengakibatkan debit air PDAM Sedau mulai menurun volumenya. PDAM Sedau mengandalkan mata air bukit barisan yang terletak di Teluk Karang Jalan Malindo Sedau. Lebih tepatnya di RT 39. Sejak dibuka tahun 1998,  PDAM tersebut mengaliri lebih dari 5 RT di Keluarahan Sedau.

Dampak debit air yang menipis ini pun turut dirasakan warga Teluk Karang yang notabenenya tinggal di lereng bukit. Air dirasakan warga mulai berkurang dan kerap kali tidak mengalir. Walaupun begitu, warga masih bersyukur karena dalam setiap hari masih bisa mengalir. “Kalau jalan (mengalir) kita cepat-cepat tampung. Kalau mati yang tunggu air nya mengalir lagi baru di tampung di bak mandi,” kata Mujiah (50) salah seorang warga Teluk Karang.

Siang itu Mujiah di dapur rumahnya. Tangannya menggapai keran air yang terkunci, lalu memutarnya. Bukan air yang keluar, hanya terdengar suara rong-rongan udara dari dalam pipa. “Ndak jalan agek air,” ujarnya mengeluhkan. Sementara bak-bak penampungan sudah mulai kosong airnya. Hanya bak penampungan di luar yang masih berisi. Sekira setengah dari bak mandi. “Untuk mandi dan air minum masih bisa pakai air yang di sini (bak luar). Bak itu memiliki panjang sekitar 1 meter dengan lebar setengah meter dan tinggi setengah meter.

Di sisi lain menipisnya debit ini, tidak jarang menuai konflik warga antar RT 39 dan warga yang tinggal di Sedau luar. Menurut cerita Mujiah, beberapa warga Sedau luar kerap datang untuk memprotes air yang tidak sampai di rumahnya (Sedau Luar). “Padahal masih ada darah keluarga juak (juga),” ucapnya.

Sementara di pegunungan yang berderetan dengan sumber mata air PDAM terjadi pengerukan demi kepentingan taman. Yakni di bukit gunung kote milik Taman Tanjung Bajau yang bekerja sama dengan Sinka Zoo Singkawang. Yaitu taman rekreasi berupa kebun binatang dan juga wisata alam yang telah beroperasi sekitar 10 tahun lalu. Sementara wisataTanjung Bajau sedikit lebih muda usianya dibandingkan Sinka Zoo.

Pengerukan tanah di puncak gunung kota seiring bertambahnya waktu semakin meluas. Adalah kepentingan taman rekreasi yang diperjual belikan. Sementara sedikit turun ke lereng gunung, pengerukan tanah dengan eskapator untuk pembuatan jalan sudah diekseskusi beberapa bulan belakangan.

Menurut Karyani (40) warga  Teluk Karang mengatakan tidak begitu tahu secara jelas akan dibangun apa di daerah tersebut. Yakni di pegunungan tanjung pantai Sedau. Beberapa informasi beredar pengerukan tersebut dilakukan untuk membuat jalan yang akan tembus ke wisata pantai Tanjung Bajau yang berada persis di belakang bukit tersebut.

Karyani menyebut krisis air di Teluk Karang pasti ada kaitannya dengan dampak pengerukan tersebut. “Kecil besarnya pasti berdampak, walaupun kita warga tidak sekolah tinggi, namun itu cukup masuk di akal,” ucapnya.

Karyani bercerita pernah Dinas Kehutanan memonitoring kegiatan operasi pembuatan jalan tersebut. Hanya saja belum ada tindak lanjut jelas dari Dinas Kehutanan.” Apakah operasional itu melanggar undang-undang atau tidak dengan menebang kayu-kayu besar atau pepohonan yang dilindungi,” tuturnya. Sebab menurut dia, kawasan hutan diperbukitan itu juga termasuk dalam kawasan hutan lindung yang tidak boleh dirusak.

“Sampai saat ini belum ada tindak tanduk jelas dari dinas,” ucapnya.

Artikel ini telah terbit di hamparan.info


Berbagi itu indah