ilustrasi by : delvinavar.blogspot.com |
inikampusiana.blogspot.com - Jalan Perintis merupakan salah satu wilayah yang terletak di daerah
Kota Baru Ujung, Pontianak, kalimantan Barat. Lebih tepatnya masuk ke dalam kelurahan Pal 9. Masyarakatnya
terdiri dari berbagai macam suku dan agama. Seperti suku Madura, Melayu, Sunda dan
Dayak. Begitu pula dengan agama, ada yang Islam, Kristen/Khatolik, ada pula
yang Tionghoa. Namun, meskipun berbeda suku dan agama, kerukunan dan sikap
toleransi selalu terjaga untuk menghindari adanya ideologi radikal.
Kerukunan masyarakat di jalan Perintis ini, membuat Suhada selaku
ketua RT merasa sangat bangga dengan adanya sikap toleransi yang tertanam di
hati para warganya. “Saya sih bangga, karena dari dulu warga saya tidak
pernah cekcok apalagi saling menjatuhkan antar suku/agama. Inilah yang saya
harapkan, membangun kerukunan masyarakat tanpa membeda-bedakan. Sehingga dapat
terlihat lebih tenteram”ujarnya.
Sikap toleransi yang tertanam di hati para warga perintis memang
sudah lama adanya. Hal ini seolah-olah menjadi budaya tersendiri bagi mereka.
Saling menghargai salah satu contoh bentuk toleransi yang dibangun. Dengan
demikian hal berikut tidak hanya dapat di rasakan oleh ketua Rt, akan tetapi
dapat dirasakan pula secara langsung oleh masyarakat sekitar. Contohnya Atet
yang merupakan salah satu warga berkeyakinan Tionhoa, ia tidak mempermasalahkan
perbedaan suku maupun agama dalam hidup bertetangga. “Saya sih nggak pernah
mempermasalahkan orang-orang di sekitar rumah saya. Selagi mereka baik, saya
juga bersikap demikian. Karena bagi saya saling menghargai perbedaan merupakan
cerminan warga negara Indonesia yang baik. Sesuai dengan semboyan kita Bhineka
Tunggal Ika”jawabnya.
Dengan adanya sikap toleransi, membuat masyarakat sekitar yakin
bahwa ideologi radikal akan sulit masuk ke daerahnya. Sehingga Asep Sumarna
selaku salah satu warga berharap agar kedepannya masyarakat jalan Perintis akan
selalu rukun dan jauh dari kekerasan.
“Kalo kita ndak bisa menghargai non muslim atau suku lainnya
karena berbeda keyakinan dan budaya, maka setidaknye hargailah mereka sebagai
ciptaan Tuhan” sambungnya kental dengan berbahasa Melayu.
Penulis : Adhe Siti Fatimah
Editor: Imam
Maksum
good job (y)
ReplyDelete