Berangkat dari kekhawatiranku
terhadapmu yang perlahan menampakkan nafas yang mulai terhengas, berjuta tetes
keringan mengalir deras, kaki pun tak sanggup melangkah. Kemungkinan besar api
semangatmu mulai mengecil, api cinta yang kau taruh untukku dan sebenarnya aku
pun menaruhnya untukmu.
Malam itu hanya terdengar suara
horden yang sedikit bergelombang tersapu angin hening. Muncul di kepalaku untuk
memberikan kesan berharga pada esok harinya. Perlahan ku baringkan badanku di
atas kasur. Ku tarik bantal, ku raih dengan tangan, lalu ku coba kepala ku
untuk menimpanya. Fikiranku masih terpaku pada rencana yang akan ku isi untuk
hari esok bersamamu. Meski aku belum tahu, apakah aku masih bisa hidup besok
tetapi aku sangat yakin aku bisa melahirkan kesan setelah menjalani hari esok.
Tidak banyak cerita yang dapat aku
tuliskan dengan kata-kata malam itu. Pada intinya aku merencanakan untuk berdua
denganmu pada sebagian hari esok. Aku tidak pernah tau berapa jam harus aku
lalui. Aku juga masih ragu tentang ketetapan waktu. Tapi sudah tersemat dalam
hatiku bahwa aku akan membawamu ketika hari mulai senja. Mungkin itu adalah
satu-satunya waktu yang dapat aku pastikan pada rencana itu.
Dapat dipastikan malam itu hanya ada
kamu yang menjadi buah kepalaku. Kamu yang mengagumiku namun menyimpan gengsi
untuk mengatakannya. Kamu yang meninggalkan wangi harum ketika lintas dan
meninggalkan sapaan. Mata yang melirik dengan penuh makna.
Kemudian kantuk menyelimutiku. Aku
berharap semoga Tuhan mempertemukan kita hari esok dan seterusnya. Menjalani
hari-hari dengan penuh tawa. Melepas luka yang pernah ada. Sekali lagi sebelum
menutup malam, ketika ada seseorang yang mengagumiku yakinlah aku lebih
mengaguminya lebih dari perasaannya, itu prinsipku. Prinsip yang ku dengar dari
kawanku.
[18 Januari
2017]
No comments:
Post a Comment