Bukan soal kaki
yang letih melangkah, bukan soal punggung yang nyilu karena memikul, dan bukan
soal mata yang mulai terpejam menahan kantuk. Tapi soal hatimu yang mulai
menyerah mengagumiku.
Terasa di sore
kemarin, senja tak lagi indah tanpa kehadiranmu. Senja yang seharusnya
melukiskan jingga di langit berubah menjadi kelabu. Perasaanku mulai tidak
nyaman saat itu. Mesin waktu terasa begitu cepat. Aku tidak sepenuhnya ingat
apa saja yang telah aku lakukan hari itu. Aku hanya menyibukkan diriku dengan
terus memikirkanmu. Tanpa pernah kau sadari.
Sesekali aku
mengirimkan pesan melalui telepon. Kamu menerima pesan itu, tapi belum ada
secuil hasratmu untuk membacanya. Kau biarkan saja pesan itu, dan aku hanya
bisa bertanya-tanya. Andai pesan itu manis, kau bisa gunakan buat menemani
kopimu. Atau pun kau biarkan agar semut mengerumuninya. Andai pesan itu sampah,
aku harap kamu tidak membuangnya. Berikan kesempatan lalat untuk
menghinggapinya.
Akhirnya aku
pun sadar dengan apa yang telah aku
lakukan. Kamu menganggap aku tidak menghargai perasaanmu. Ntah bagaimana bisa
kamu menyimpulkan hal itu. Padahal sebenarnya aku lebih mengagumimu,
menyukaimu, bahkan aku mencintaimu. Bahkan lebih besar dari perasaanmu. Hanya
saja memang tidak pernah keluar dari mulutku ungkapan itu. Agar kamu percaya
dan merasa bahwa rasa kagummu sudah terbalaskan. Maaf untuk saat ini aku belum
bisa mengungkapkannya. Sekali lagi, bukan karena aku lemah, bukan karena aku tidak
bernyali, bukan karena aku hanya sekedar memainkan perasaanmu. Tetapi aku
mengaku, aku benar-benar belum bisa untuk mengungkapkannya, untuk saat ini.
Ingat untuk saat ini, artinya kau harus percaya pada mesin waktu. Akan ada
saatnya, daun telingamu sanggup mendengarnya. Akan ada saatnya jantungmu berdegub
kencang melebihi kilat. Pasti akan ada saatnya, matamu tidak akan sanggup lagi membendung air matamu.
Aku mohon
jangan menyerah mengagumiku. Buang jauh-jauh anggapan yang dapat memperburuk
keadaan. Yang masih melekat di kepalamu. Tentang anggapan yang mengatakan
terkadang terlalu mengagumi itu membuat sakit sendiri. Buang anggapan itu.
Lenyapkan. Kamu mungkin mengatakan hal itu karena kamu saat ini belum
mengetahui jawaban. Kamu beranggapan
rasa kagummu belum terbalaskan. Ketahuilah, rasa yang tak terbatas itu
tidak pernah mempermasalahkan terbalas atau tidaknya.
Kemudian yang
perlu kamu sadari, saat ini kamu hanya meraba dari satu sisi. Sehingga kamu
terburu-buru menarik satu kesimpulan. Cobalah sesekali berusaha mengetahui dari
sisi yang berbeda. Pasti kamu akan menyimpulkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang
tidak mungkin perih seperti tadi, sesuatu yang tidak mungkin membuatmu bungkam.
Tetapi mungkin yang kau dapatkan adalah sesuatu yang lebih indah dari pada
senja. Sesuatu yang lebih manis dari pada madu. Sesuatu yang lebih mengesankan
ketimbang anak mencium ibunya. Sesuatu yang dapat membuatmu menyimpan berjuta
cerita lebih dari sisa hujan kemarin.
[15 Januari
2016]
No comments:
Post a Comment