Full width home advertisement

Travel the world

Climb the mountains

Post Page Advertisement [Top]

ilustrasi: belajar menjelang atau ketika UAS

Jika sudah tiba akhir semester, maka Ujian Akhir segera hadir di depan mata. Begitulah perihal normatif sebuah keniscayaan di dunia akademis. Baik itu perguruan tinggi negeri maupun swasta. Ujian Akhir Semester tidak akan pernah dilupakan.
Salah satu tujuan mengapa perlu Ujian akhir semster adalah untuk menilai sejauh mana kemampuan mahasiswa selama proses perkuliahan. Melalui ujianlah dosen akan mengetahui bagaimana pemahaman mahasiswanya terkait mata kuliah yang diampunya.
Ujian Akhir Semester atau biasanya disapa Final Test oleh sebagian mahasiswa, merupakan bagian penilaian yang sangat vital. Dimana bobot nilai yang diberikan mencapai 40%. Berbeda dengan Ujian Tengah Semester yang hanya mendapat nilai 30%. Artinya adalah meraih bobot nilai yang tinggi pada Final Tes berpeluang besar untuk meraih Indeks Prestasi yang tinggi pula. Oleh karena itulah, mahasiswa seringkali berusaha sekuat tenaga ketika sudah tiba berperang di medan UAS.
Dalam penerapannya, bentuk ujian akhir atau UAS di setiap perguruan biasanya memiliki perbedaan. Sejarah mungkin terbiasa dengan UAS secara tertulis. Selain bentuk tertulis, UAS biasanya juga dikemas menggunakan lisan. Artinya adalah pertanyaan tidak lagi diutarakan di atas kertas tetapi langsung diucapkan dari sang dosen.
Namun ada bentuk UAS lain yang menimbulkan perdebatan, yaitu UAS take home. Jika diartikan takehome ialah ujian di rumah. Seperti halnya PR (Pekerjaan Rumah) jika dimaknai di kalangan anak SMA, SMP bahkan SD.
Asal usul take home memiliki dua kemungkinan. Kemungkinan yang pertama ialah permintaan oleh mahasiswa itu sendiri. Biasanya dalam suatu kelas beberapa mahasiswa membentuk kesepakatan agar dosen memberikan ujian take home. Alasan terbesarnya ialah agar lebih memudahkan menjawab, dan tidak terlalu memepet waktu kesibukan mahasiswa. Kemungkinan yang kedua adalah takehome memang kebijakan dosen itu tersendiri. Alasan yang bisa diterka ialah mungkin karena dosen tersebut tidak memiliki banyak waktu. Atau karena ingin sama-sama menikmati kemudahan bersama mahasiswa atau mungkin ada maksud-maksud lain.
Diberikan kesempatan mengerjakan UAS dengan takehome mungkin sekilas menguntungkan. Karena mahasiswa berpeluang besar untuk menjawab sebaik mungkin pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam kertas ujian. Mahasiswa dapat semaksimal mungkin mencari jawaban dengan referensi yang terbaik. Bahkan ada kesempatan untuk mendiskusikan persoalan bersama teman-teman atau mahasiswa yang lebih cerdas.
Namun, kenyataan yang terjadi dilapangan takehome justru menjadikan penjawabnya sebagai kaum yang malas. Beberapa mahasiswa justru sering menunda-nunda waktu pengerjaan soalnya. Mengulur-ngulur waktu serta meremehkan deadline sering terjadi di lingkungan akademisi. Dalam beberapa rentang waktu yang diberiakan untuk pengerjaan, sering kali tugas take dikerjakan h-1 menjelang batas akhir atau deadline. Akibatnya, mahasiswa sering memaksa lembur di hari sebelum pengumpulan. Belum lagi budaya contek mencontek yang mengatasnamakan kebersamaan angkatan. Dapat disimpulkan takehome membuat kemalasan  mahasiswa satu angkatan.
Masih belum ditemukan faktor apa yang menyebabkan hal ini terjadi. Pada intinya hal itu kembali pada diri mahasiswa masing-masing bagaimana seharusnya mensikapi takehome. Tugas-tugas yang berlabel takehome seharusnya dikerjakan sebaik mungkin tanpa harus mencelakakan kesehatan pribadi. Rentang waktu yang diberikan harus dimanfaatkan sebijak mungkin. Sehingga tidak ada lagi istilah pemusatan pekerjaan dengan merampas waktu pekerjaan yang lain.
Jangan pernah ragu untuk meminta takehome. Terimalah takehome secara ikhlas dari dosen karena kebaikan takehome merupakan kebaikan dari dosen, oleh dosen, dan untuk mahasiswa.

No comments:

Post a Comment

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib