Full width home advertisement

Travel the world

Climb the mountains

Post Page Advertisement [Top]


Gambar : google image

inikampusiana, Pontianak - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak berlangsung tidak lama lagi. Pertengahan tahun ini, beberapa daerah di Indonesia akan memilih pemimpin  yang akan menjadi penerus tonggak pemerintahan. Oleh sebab itu, berbagai pihak yang telah mempunyai hak suara wajib berpartisispasi dalam momentum ini.

Termasuk pemilih pemula. Secara sederhana pemilih pemula ialah masyarakat dari golongan remaja yang baru mempunyai hak suara. Dilihat dari segi umur, pemilih pemula biasanya adalah mereka yang telah mempunyai KTP. Sebab, mempunyai KTP termasuk dalam syarat mempunyai hak suara.

Saptiadi, (20), Mahasiswa Jurusan Macanical Engenering Politeknik Negeri Pontianak (Polnep) mengatakan pemilih pemula itu ialah orang yang belum pernah memilih. Masih tidak terlalu tahu tentang politik, kurang jam terbangnya dalam pemerintahan.

Jika dipantau dari segi umur, menurut Saptiadai, remaja berusia 17 tahun dapat dikatakan sebagai pemilih pemula. Tapi tidak tentu, karena terkadang ada sebagaian yang baru milih saat usia 18 tahun. “Jelasnya, pemilih pemula adalah orang yang masih baru dalam mengikuti pemilihan umum,” kata Saptiadi.

Saptiadi berpendapat bahwa dalam segi persiapan sebelum memilih, seorang pemilih pemula harus memahami siapa pemimpinnya. “Apa latar belakang dari pemimpin itu, bagaimana jam terbangnya,” tambah Saptiadi.

Mahasiswa asal Singkawang itu mengaku telah sekali mengikuti pemilu. “Tepatnya saat memilih walikota dan wakil walikota Singkawang 2017 lalu,” kata Saptiadi.

Menurut Saptiadi, dalam hal memilih calon, dia melihat dari segi kedekatan pendidikan calon tersebut dengan dirinya. “Saya seorang enginer maka otomatis saya akan mencari pemimpin enginer,” tutur Saptiadi.

Sebagai pemilih pemula yang akan memberikan hak suaranya pada pemilihan gubernur (Pilgub) nanti, saptiadi telah melakukan beberapa persiapan. Satu di antaranya mulai mencoba memahami setiap pasangan calon. “Bagaimana Rewardnya. Saya cenderung akan lebih melihat dari sisi kerjannya. Kerja pasangan calon dari jabatan sebelumnya,” ucap Saptiadi.

Namun, di sisi lain Saptiadi cenderung tidak ingin terlalu mengungkapkan jika cara memilih itu berdasarkan agama, ras atau golongan.” Jika kita memilih pemimpin hanya karena persamaan golongan, saptiadi menilai hal itu sebauah tindakan rasisme,” kata Saptadi

Selain Saptiadi, pemilih pemula lain Wahyu Muhammad Jas (20) mendefinisikan bahwa pemilih pemula adalah orang yang mencari informasi tidak hanya dari satu sumber. “Tetapi dia berusaha mengumpulkan informasi dari berbagai macam pandangan,” kata Wahyu.

Mahasiswa jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Tanjungpura itu mengaku sudah dua kali berpartisipasi dalam pemilu. “Pemilu pemilihan Walikota Singkawang dan juga pemilihan anggota legislatif,” ucap Wahyu.

Sebagai pemula, Wahyu menjelaskan bahwa cenderung memilih pemimpin dari kedekatan agama pasangan calon. “Agama yang saya yakini mewajibkan untuk memilih pemimpin yang seiiman dengan saya. Meskipun di kota saya, saya menyadari bahwa agama saya bukanlah mayoritas,” kata Wahyu, mahasiswa asal Singkawang itu.

Wahyu mengiyakan jika pemilih pemula memiliki banyak tantangan. Satu di antaranya adalah bagaimana menyikapi money politik yang dilakukan tim sukses salah satu kandidat. Melihat hal itu, Wahyu berpendapat bahwa semua itu kembali kepada diri masing-masing pemilih.

“Untuk saya pribadi, saya akan membandingkan bagaimana aksi yang telah dilakukan oleh pasangan calon saat sebelum mendaftarkan sebagai calon pemimpin. Apakah baik kerjanya,” ucap Wahyu.  

Menurut Wahyu cara terbaik membentengi diri dari pengaruh money politik  adalah dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait setiap pasangan calon. “Apa yang telah dilakukannya, saat sebelum mendaftar sebagai calon khususnya,” ujar Wahyu. 

Penulis : Imam Maksum




No comments:

Post a Comment

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib